AKU MASIH MENCINTAINYA

AKU MASIH MENCINTAINYA
SELAMAT DATANG di SAHIRUDIN KAMBOWA

Minggu, 27 Mei 2012

tari mangaru

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
 Indonesia di kagumi oleh negara lain karena banyaknya kebudayaan di dalamnya. Perbedaan kebudayaan itu membuat peradaban di indonesia menjadi beragam. Salah satu dari kebudayaan itu adalah seni tari. Media tari adalah gerak tubuh manusia. Melalui gerak tubuh manusia dipakai untuk mengungkapkan ide-ide, perasaan, dan pengalaman sang seniman kepada orang lain. Ciri khas gerak tari adalah gerak yang sudah diolah dari aspek tenaga, ruang, dan waktu. Ada dua jenis tari, yakni tari tradisional dan tari non-tradisional. Hal yang termasuk tari tradisional Indonesia adalah tari primitif, tari rakyat, dan tari klasik. Ketiga jenis tari ini tujuan upacara, hiburan, dan tontonan Sedangkan yang termasuk dalam jenis tari non-tradisional adalah tari kreasi baru, tari modern, dan tari kontemporer. Ciri khas tari kreasi baru adalah tari tradisional yang diperbaharui. Ciri khas tari modern dan tari kontemporer adalah penemuan baru dalam hal tema, bentuk, dan penyajian tari.
 Kesenian tari tradisional menggambarkan kehidupan di daerah tersebut. Sehingga seni tari tradisional dapat di katakan sebagai lambang dari peradaban dari masing-masing daerah. Seni tari sangat diperlukan di berbagai aspek kalangan seperti pada saat penyambutan calon-calon pemimpin di berbagai masing-masing daerah. Tari tradisional juga dilakukan pada saat pesta rakyat di berbagai daerah. Namun kesenian tari tradisional lambat laun senakin memudar atau bisa di katakan hampir punah di karenakan semakin majunya jaman di Indonesia. Bahkan seni yang dulunya berasal dari Indonesia sekang banyak di ambil oleh negara lain atau di klaim oleh negara lain. Ini membuktikan bahwa kesenian di indonesia hampir memudar karena kemajuan jaman. Oleh karena itu, sudah saatnya kita sebagai generasi penerus bangsa harus mempublikasikan kekayaan Negeri tercinta ini.
 Media ungkap tari adalah gerak. Gerak tari merupakan gerak yang diperhalus dan diberi unsur estetis. Gerak dalam tari berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan maksud-maksud tertentu dari koreografer. Keindahan tari terletak pada bentuk kepuasan, kebahagiaan, baik dari koreografer, peraga dan penikmat atau penonton.
 Kompetensi dasar dalam mempelajari seni tari mencakup praktik dasar dan mahir dalam penguasaan gerak tari meliputi tari tradisional maupun tari garapan, kemampuan memahami arah dan tujuan koreografer dalam konsep koreografi kelompok. Kemampuan memahami dan berkarya tari (koreografi) adalah keterampilan khusus berhubungan dengan kepekaan koreografi, di sisi lain diharapkan memiliki kepekaan memahami aspek-aspek tari dan aspek keindahan secara teknis. Sebagai penyesuaian abad modern, kemampuan memahami dan membuat perangkat multimedia hubungannya dengan tari adalah bentuk penyesuaian sumber daya manusia dalam adaptasinya dengan teknologi. Perwujudan ekspresi budaya melalui gerak yang dijiwai serta diikat nilai-nilai budaya menjadi patokan dasar atau standar ukur tari untuk dikaji menjadi bentuk tari-tarian daerah di Indonesia. Sebagai salah satu unsur terpenting kesenian di Indonesia dalam wujud performa gerak, dibutuhkan adanya kehidupan sosial dan spiritual masyarakat pendukungnya. Peran dan fungsi tarian yang begitu penting hingga kini pada puncak kesenian daerah menjadi simbol dan puncak tari sebagai budaya di daerah yang bersangkutan. Jenis tari yang telah menjadi puncak budaya daerah sangat erat untuk dijadikan sebagai tarian yang diunggulkan daerah.di mana tarian tersebut berasal. Sehingga pada kesempatan ini, penulis hendak menganalisis tari Mangaru dari Desa Konde Kecamatan Kambowa Kabupaten Buton Utara.
1.2 Masalah
 Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah “bagaimanakah analisis tari Mangaru dari Desa Konde”.
1.3 Tujuan
 Tujuan dari penulisan makalah ini adalah “untuk menganalisis tari Mangaru yang berasal dari Desa Konde”.
1.4 Manfaat
 Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 
a. Penulis sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan dan sumber informasi sebagai dasar untuk penulisan  selanjutnya sesuai dengan kajian penulisan ini.
b. Pembaca sebagai sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan.





BAB II
TEORI
2.1 Pengertian Tarian
Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins:1990,2). Secara tidak langsung di sini Haukin memberikan penekanan bahwa tari ekspresi jiwa menjadi sesuatu yang dilahirkan melalui media ungkap yang disamarkan. Di sisi lain ditambahkan oleh La Mery bahwa ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan.
Untuk menjadi bentuk yang nyata maka Suryo mengedepankan tentang tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif (Mery:1987, 12). Dalam upaya merefleksikan tari kedua tokoh sejalan.
Dalam perkembangan berikut, tari disampaikan oleh Soedarsono bahwa tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diubah melalui gerak ritmis yang indah. Sejalan dengan pendapat kedua tokoh terdahulu dalam buku ini, pada prinsipnya masalah ekspresi jiwa masih menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar. Pernyataaan yang mendasar tentang ekspresi jiwa manusia menjadi salah satu kunci tari menjadi bagian kehidupan yang mungkin hingga waktu mendatang selalu menjadi tumpuhan perkembangannya.
Dalam konteks yang masih sama Soeryodiningrat memberi warna khasanah tari bahwa beliau lebih menekankan kepada gerak tubuh yang berirama. Hal ini seperti terpetik bahwa tari adalah gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik atau gamelan diatur oleh irama sesuai dengan maksud tujuan tari (Soeryodiningrat: 1986, 21). Lebih jauh lagi ditambahkan CurtSach bahwa tari merupakan gerak yang ritmis (CurtSach: 1978, 4).
Seperti dikutip oleh M. Jazuli dalam (Soeryobrongto:1987, 12-34) dikemukakan bahwa gerak-gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik adalah tari. Irama musik sebagai pengiring dapat digunakan untuk mengungkapkan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan pencipta tari melalui penari (Jazuli, 1994:44).
Pada dasarnya gerak tubuh yang berirama atau beritmeritme memiliki potensi menjadi gerak tari. Salah satu cabang seni tari yang di dalamnya mempelajari gerakan sebagai sumber kajian adalah tari. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu bergerak. Gerak dapat dilakukan dengan berpindah tempat (Locomotive Movement). Sebaliknya, gerakan di tempat disebut gerak di tempat (Stationary Movement).
Hal lain juga disampaikan oleh Hawkins bahwa, tari adalah ekspresi perasaan manusia yang diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk media gerak sehingga gerak yang simbolis tersebut sebagai ungkapan si penciptanya (Hawkins, 1990:2). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah unsur dasar gerak yang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai keselarasan irama.
Di sisi lain Sussanne K Langer menyatakan, tari adalah gerak ekspresi manusia yang indah. Gerakan dapat dinikmati melalui rasa ke dalam penghayatan ritme tertentu. Apabila ke dua pendapat di atas digabungkan, maka tari sebagai pernyataan gerak ritmis yang indah mengandung ritme.
Oleh sebab itu, tari lahir merupakan ungkapan hasrat yang secara periodik digerakan sebagai pernyataan komunikasi ide maupun gagasan dari koreografer yang menyusunnya.Sependapat kedua pakar di atas, Corry Hamstrong menyatakan bahwa, tari merupakan gerak yang diberi bentuk dalam ruang. Pada sisi lain Suryodiningrat seorang ahli tari Jawa dalam buku Babad Lan Mekaring Djoged Djawi menambahkan, tari merupakan gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan irama musik (gamelan) diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud tertentu. Soedarsono menyatakan bahwa, tari sebagai ekspresi jiwa manusia yang diaungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Dengan demikian pengertian tari secara menyeluruh merupakan gerak tubuh manusia yang indah diiringi musik ritmis yang memiliki maksud tertentu.
Dengan demikian dapat diakumulasi bahwa tari adalah gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari ungkapan beberapa gerak ritmis.
2.2 Jenis-jenis Tari di Indonesia
2.2.1 Jenis Tari Menurut Koreografi
 Istilah koreografi adalah suatu istilah yang digunakan untuk penyusun tari. Sedang untuk menyebut orang yang menyusun tari adalah koreografer. Tari menurut koreografi dapat dibedakan menjadi :
2.2.1.1 Tari Rakyat
 Tari rakyat adalah tari yang hidup dan berkembang pada masyarakat tertentu sejak jaman primitif sampai sekarang.Ciri-ciri tari rakyat adalah :
• Sederhana ( pakaian,rias,gerak dan ringan )
• Tidak mengindahkan norma-norma keindahan
• Memiliki kekuatan magis.
 Contoh tari rakyat adalah Lengger, Tayub dan lain sebagainya.
2.2.1.2 Tari Klasik
 Tari klasik adalah tari yang mengalami kristalisasi keindahan yang tinggi dan sudah ada sejak jaman feudal.Tari ini biasanya hidup dilikgkungan keraton. Ciri-ciri tari klasik adalah :
• Mengalami kristalisasi keindahan yang tinggi
• Hidup dikalangan raja-raja
• Adanya standarisasi
 Contoh tari klasik adalah bedaya srimpi, lawung ageng, lawung alit dan juga karya-karya empu tari baik empu tari gaya Yogyakarta dan empu tari gaya Surakarta seperti S. Mariadi dan S. Ngaliman  yang sampai sekarang masih bisa dinikmati seperti :
• Gathotkaca Gandrung
• Bondabaya
• Bandayuda
• Palguna-palgunadi
• Retna Tinanding
• Srikandi Bisma, dll.
2.2.1.3 Tari Kreasi Baru dan Tari Modern
 Tari kreasi baru adalah tari-tariklasik yamg dikembangkan sesuai dengan  perkembangan jaman dan diberi nafas Indonesia baru. Contoh tari kreasi  baru adalah karya-karya dari Bagong Kusudiarjo dari padepokan Bagong Kusudiarjo dan Untung dari sanggar kembang sore dari Yogyakarta. Contohnya adalah :
• Tari Kupu-Kupu
• Tari Merak
• Tari Roro Ngigel
• Tari Ongkek Manis
• Tari Manipuri
• Tari Roro Wilis,dll
 Tari modern adalah sebuah tari yang mengungkapkan emosi manusia secara bebas atau setiap penari bebas dalam mewujudkan ekspresi emosionalnya yang tidak terikat oleh sebuah bentuk yang berstandar. Contoh tari modern adalah:
• Caca
• Break Dance
• Penari Latar
• Samba
2.2.2  Jenis Tari Menurut Fungsinya
2.2.2.1 Tari Upacara
 Tari upacara banyak hidup dan berkembang pada masyarakat primitf. Yang termasuk tari-tarian upacara adalah sebuah tari yang mempunyai kekuatan magis yang digunakan untuk mempengaruhi alam. Tarian ini banyak terdapat di pedalaman Irian Jaya, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Bali. Contohnya adalah tari rejang, tari pendhet, debus dan lain-lain.
2.2.2.2 Tari Hiburan
 Tari hiburan adalah sebuah tari yang menitikberatkan pada hiburan bukan pada segi keindahan. Tarian hiburan pada umumnya merupakan tarian pergaulan. Contohnya adalah :
• Joged dari Bali
• Ronggeng atau Tarub Dari Blora
• Kethuk Tilu dari Jawa Barat
• Orek-Orek dari Surakarta
• Lengger dari Banyumas
2.2.2.3 Tari pertunjukan
 Tari pertunjukan adalah sebuah tari yang menitikberatkan pada segi keindahannya bukan pada segi hiburannya. Yang termasuk dalam tari pertunjukan adalah tari-tari rakyat, tari upacara, tari hiburan yang sudah digarap menjadi sebuah tari pertunjukan tentu saja dengan mengindahkan kaidah-kaidah keindahannya. Contohnya adalah :
• Tari Pendhet
• Tari Rejang
• Tari Lenggeran
• Tari Gambyomg
• Tari Orek-Orek
2.2.3 Jenis Tari Menurut Tema atau Isinya
2.2.3.1 Tari Pantomim
 Tari pantomim adalah sebuah tari yang menirukan obyek diluar diri manusia. Contohnya :
• Tari Tenun
• Tari Bathik
• Tari Nelayan
• Tari Tani
• Tari Kupu-Kupu, dll.
2.2.3.2 Tari Erotik
 Tari erotik adalah sebuah tari yang mengandung unsur cerita erotik atau percintaan. Contohnya :
• Tari Gatotkaca Gandrung
• Tari Karonsih
• Tari Serampang Dua Belas
• Tari Enggar-Enggar
• Tari Jalung Mas, dll.
2.2.3.3 Tari Kepahlawanan
 Tari kepahlawanan adalah tari yang mengandung usur-unsur heroik atau nilai kepahlawanan. Contahnya adalah :
• Tari Kuda Kepang
• Tari Seudati
• Tari Mandau
• Tari Soreng
• Taroi Anoman Rahwana, dll.
2.2.3.4 Dramatari
 Dramatari adalah sebuah tari yang dalam penyajiannya menggunakan plot atau alur cerita,tema,dan dilakukan dengan cara kelompok. Contohnya :
• Dramatari Rara Mendhut Pranacitra
• Drama Tari Ranggalawe Gugur
• Dramatari Gajah Mada
• Dramatari Arjuna Wiwaha
• Dramatari Sang Pambayun, dll.
2.3 Teori Struktural
 Studi (kajian) sastra struktural tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai objek kajiannya. Yang menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra, yaitu seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh. Meskipun konvensi yang membentuk sistem sastra itu bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu, namun studi sastra struktural beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsur yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra.
 M. H. Abrams (1958) memberikan sebuah kerangka (framework) yang sederhana tetapi cukup efektif untuk menggambarkan empat istilah dasar dalam situasi karya satra secara menyeluruh dan yang hubungannya berpusat pada karya sastra.



 Dalam model ini terkandung pendekatan kritis yang utama terhadap karya sastra:
1. Pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sendiri (pendekatan obyektif);
2. Pendekatan yang menitikberatkan pada diri penulis (pendekatan ekspresif);
3. Pendekatan yang menitikberatkan pada semesta (pendekatan mimetik);
4. Pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca (pendekatan  pragmatik).




BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
 Dengan berpatokan pada teori struktural di atas, penulis akan menganalisis tari Mangaru  yang berasal dari Desa Konde sebagai berikut:
3.1 Asal-usul Tari Mangaru
 Tari Mangaru merupakan tarian dasar dalam tradisi di masyarakat Desa konde. Seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini telah mengalami perubahan, namun beberapa gerakan dasar tarian masih dipertahankan. Hal ini demi menjaga maksud dan pesan yang ingin disampaikan. Tari Mangaru menggunakan tempo cepat.
 Masyarakat Desa konde biasanya mementaskan tarian ini dalam berbagai upacara dan acara-acara yang melibatkan banyak orang. Bagi masyarakat Desa konde menyelenggarakan pesta panen setelah menuai padi menjadi suatu budaya yang berkesinambungan dan pada acara khitanan. Tarian ini menjadi ajang berkumpul semua orang kampung. Namun sayang, tarian ini sudah jarang bahkan sudah tidak pernah dipentaskan lagi.
3.2 Penari
 Penari dalam Tari Mangaru adalah sama-sama laki-laki. Pada zaman dulu tari ini hanya dipentaskan oleh orang-orang tua yang kesurupan. Pemilihan penari tersebut menyesuaikan dengan tema yang diusung oleh tarian ini, yakni penggambaran keberanian seseorang dalam berperang.
3.3 Ragam Gerakan
 Tari Mangaru bercerita tentang dua orang laki-laki yang sedang dalam madan peperangan. Para penari memperagakan gerakan-gerakan yang memperlihatkan bagaimana kedua laki-laki yang saling beradu kekuatan dengan menggunakan sebilah keris yang dipegang . Ada dua ragam gerakan dalam Tari Mangaru.
3.3.1 Ragam Pertama
 Setelah terdengar bunyi musik pengiring, penari pertama masuk ke dalam arena dengan membawa sebilah keris yang terselip di pinggang. Penari pertama menari berkeliling arena tangan kiri memegang pinggang sedangkan tangan kananya mengayun-ayunkan pisaunya. Hal ini dilakukan berulang-ulang, bolak-balik dalam arena. Tidak lama penari kedua memasuki arena dan melakukan tarian seperti yang dilakukan penari pertama.
3.3.2 Ragam Kedua
 Setelah pada gerakan ragam pertama tadi dianggap cukup, maka kedua penari saling berhadapan untuk saling bertempur menggunakan keris mereka. Bila perlu saling menikam walaupun hanya sebatas simulasi saja. Namun kalau zaman dulu gerakan saling ini menikam bukan hanya simulasi saja tetapi memang benar-benar dilakukan, ada sesuatu yang menarik kedua penari tidak ada yang terluka. Inilah yang membedakan tari Mangaru yang sekarang dengan yang dulu. Setelah kedua penari saling berhadapan, mereka kembali mengulang gerakan pada ragam pertama tadi, begitulah seterusnya. Setelah kedua penari selesai menari, tarian dilanjutkan oleh kedua penari berikutnya.
3.4 Musik Pengiring
 Musik Desa Konde yang menjadi pengiring Tari Mangaru adalah musik yang dihasilkan dari empat alat musik asli Desa Konde yang dapat mengiringi tarian ini, yaitu kansi-kansi, Mbololo (gong) dan dua buah gendang yang terbuat dari kulit binatang. Alat musik ini dimainkan empat orang yang memang mahir dalam memainkannya. Irama musik pengiring tari ini berbeda dengan musik pengiring tari yang lain walaupaun alat yang digunakan sama. 
3.5 Nilai-nilai
 Selain menjadi salah satu kekayaan budaya masyarakat Desa Konde, Tari Mangaru juga mempunyai nilai-nilai yang dapat diambil manfaatnya, antara lain:
3.5.1 Nilai Keindahan
 Keindahan yang muncul dalam Tari Mangaru berasal dari kombinasi ragam gerakan, alunan musik, dan kemahiran penari dalam menarikan tarian ini. Tari Mangaru membutuhkan gerakan yang lincah dalam memainkan sebilah keris untuk menikam sang lawan dari para penari. Iringan musik yang digunakan dalam Tari Mangaru adalah musik asli daerah desa konde yang memilki kekuatan magis bagi yang mendengarnya.
3.5.2 Nilai Kearifan Lokal
 Tari Mangaru  bercerita tentang keahlian dan keberanian seorang laki-laki dalam berperang. Namun kalau kita melihat konteks sekarang ini, tarian ini sebagai bentuk penyiapan fisik kaum laki-laki dalam menempuh kehidupan. Melalui tarian ini terlihat bahwa masyarakat Desa konde mempunyai kearifan tersendiri mengenai cara mereka dalam berperang.
3.5.3 Nilai Pelestarian Budaya
 Tari Mangaru merupakan salah satu kekayaan budaya Desa konde yang memperkaya khazanah budaya Indonesia. Pelestarian tarian ini menjadi penting artinya sebagai salah satu upaya untuk melestarikan tradisi dan kebudayaan Desa Konde secara umum. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka pelestarian Tari Mangaru adalah dengan memberi ruang pementasan bagi para penari tarian tradisional Desa konde. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan mengajarkan tarian ini kepada generasi muda.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
 Tari Mangaru merupakan tarian dasar dalam tradisi di masyarakat Desa konde. Seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini telah mengalami perubahan, namun beberapa gerakan dasar tarian masih dipertahankan. Hal ini demi menjaga maksud dan pesan yang ingin disampaikan. Penari dalam Tari Mangaru adalah sama-sama laki-laki. Pada zaman dulu tari ini hanya dipentaskan oleh orang-orang tua yang kesurupan. Tari Mangaru bercerita tentang dua orang laki-laki yang sedang dalam madan peperangan.
 Musik Desa Konde yang menjadi pengiring Tari Mangaru adalah musik yang dihasilkan dari empat alat musik asli Desa Konde yang dapat mengiringi tarian ini, yaitu kansi-kansi, Mbololo (gong) dan dua buah gendang yang terbuat dari kulit binatang. Keindahan yang muncul dalam Tari Mangaru berasal dari kombinasi ragam gerakan, alunan musik, dan kemahiran penari dalam menarikan tarian ini. Tari Mangaru  bercerita tentang keahlian dan keberanian seorang laki-laki dalam berperang. Namun kalau kita melihat konteks sekarang ini, tarian ini sebagai bentuk penyiapan fisik kaum laki-laki dalam menempuh kehidupan. Tari Mangaru merupakan salah satu kekayaan budaya Desa konde yang memperkaya khazanah budaya Indonesia.
4.2 Saran
1. Sebaiknya makalah ini dilengkapi dengan lampiran yang berisi gambar-gambar atau foto gerak tari Mangaru.
2. Seharusnya makalah ini menuliskan juga jenis-jenis tarian desa Konde yang lain meskipun hanya ditulis saja tanpa dikaji lebih dalam.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.mpkj.gov.my/main.asp?MPKj=wan
Luxemburg, et.al. 1982. Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2002. Pengkajian Sastra. Bandung: Wacana.
Tengku Mira Sinar (ed.), 2008. Teknik Pembelajaran Dasar Tari Melayu Tradisional Karya Guru Sauti. Medan: Yayasan Kesultanan Serdang bekerjasama dengan Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.






Analisis Wacana

WACANA
 Kursi mewah yang banyak dipakai di hotel, vila, dan rumah-rumah mewah di luar negeri itu berasal dari Cirebon. Barang itu merupakan hasil karya tangan dan jiwa seni anak-anak desa di daerah Cirebon. Dengan alat-alat sederhana, para pengrajin memotong-motong rotan. Kemudian, menciptakan berbagai bentuk macam kerangka kursi dan meja. Setelah kerangka itu  diampelas, lalu dipasang anyaman penggati rotan yang terbuat dari kertas semen. Kertas semen itu dipilin-pilin menjadi seutas tali, lalu dianyam. Tali itu dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus kertas semen. Dengan demikian, terbentuklah anyaman tali kertas seperti lembaran kertas yang disebut loom. Bahan baku berupa lembaran anyaman kertas ini masih didatangkan dari eropa.
1. Wacana di atas merupakan Wacana Prosedural, karena wacana di atas menceritakan proses pembuatan meja dan kursi mewah yang terbuat dari rotan. Dan sesuai ciri wacana prosedural bahwa wacana di atas peristiwa yang dilukiskan tidak terikat dengan unsur waktu. Adapun langkah-langkah pembuatan kursi dan meja itu adalah
a. Memotong-motong rotan,
b. Menciptakan berbagai bentuk macam kerangka kursi dan meja,
c. Mengampelas kerangka kursi dan meja,
d. Memasang anyaman penggati rotan yang terbuat dari kertas semen,
e. Kertas semen itu dipilin-pilin menjadi seutas tali,
f. Tali itu dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus kertas semen, dan
g. Terbentuklah anyaman tali kertas seperti lembaran kertas.
2. Konteks wacana di atas akan dikaji menurut Halliday, karena konteks wacana di atas tidak sesuai dengan pendapat Del Hymes yang mengemukakan enam unsur pembentuk wacana. Dari keenam unsur itu, ada beberapa unsur yang tidak ada dalam wacana di atas. Di antaranya, ends (hasil), amanat (message), dan tidak menampakkan norma percakapan. Oleh karena itu, wacana di atas akan dianalisis konteksnya menurut pendapat Halliday, bahwa konteks wacana itu ada tiga, yaitu:
a. Medan wacana di atas adalah proses pembuatan kursi dan meja mewah.
b. Pelibat wacananya adalah perajin anak-anak desa di daerah Cirebon.
Hubungan mereka dengan wacana di atas karena mereka yang membuat meja dan kursi mewah.
c. Sarana wacananya adalah bersifat tulisan. Karena tidak ada dialog dalam wacana itu.
3. Tema : Barang mewah di luar negeri berasal dari Cirebon.
Topik : proses pembuatan kursi mewah
Judul : Perajin Cirebon Pembuat meja dan kursi mewah.

RPP 02

RPP

(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)


Oleh
SAHIRUDIN
A1D3 09109


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan  : SMAN 1 Kendari
Mata Pelajaran   : Bahasa Indonesia
Kelas   : XII
Semester    : 1
Alokasi Waktu  : 4 × 40 menit
A. STANDAR KOMPETENSI :
 Mendengarkan
 1. Memahami informasi dari berbagai laporan

B.  KOMPETENSI DASAR :
 1.1 Membedakan antara fakta dan opini dari berbagai laporan lisan
C.  INDIKATOR :
1. Kognitif
a. Produk
Menjelaskan perbedaan kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini (pendapat).
b. Proses
Mendengarkan laporan dari suatu kegiatan dan mencatat pokok-pokok isi laporan sekaligus menentukan kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini.
2. Psikomotor
• Mencatat pokok-pokok isi laporan.
• Membedakan kalimat yang berupa fakta dengan yang berupa opini.
3. Afektif
 a. Karakter
• Kreatif
• Komunikatif
• Gemar membaca
• Kepemimpinan
b. Keterampilan sosial
• Bertanya dan memberi tanggapan dengan bahasa yang baik dan benar
• Menyumbang ide
• Menjadi pembaca dan pendengar yang apresiatif
• Membantu teman yang kesulitan
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kognitif
a. Produk
1) Secara mandiri siswa dapat menjelaskan tentang perbedaan kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini (pendapat).
2) Secara mandiri siswa dapat mendengarkan laporan dari suatu kegiatan dan mencatat pokok-pokok isi laporan sekaligus menentukan kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini.
b. Proses
Siswa mendengarkan pembacaan isi laporan kegiatan, kemudian
1) Menjelaskan tentang perbedaan kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini (pendapat).
2) Mendengarkan laporan dari suatu kegiatan dan mencatat pokok-pokok isi laporan sekaligus menentukan kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini.
2. Psikomotor
• Mencatat pokok-pokok isi laporan kegiatan.
• Membedakan kalimat yang berupa fakta dengan yang berupa opini
3. Afektif
a. Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku seperti kreatif, komunikatif, gemar membaca, dan kepemimpinan.
b. Keterampilan sosial
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam keterampilan dalam mendengarkan pembacaan laporan kegiatan dan mencatat pokok-pokok isi laporan, memberi tanggapan dengan bahasa yang baik dan benar, menyumbang ide, menjadi pembaca dan pendengar berita yang apresiatif, dan membantu teman yang menemui kesulitan.
E. MATERI PEMBELAJARAN
Naskah berita
• Laporan kegiatan
• Pokok-pokok isi laporan kegiatan
• Pengertian kalimat fakta dan opini
• Ciri-ciri kalimat fakta dan opini
F.  MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
 Model pembelajaran  : Demonstrasi
 Metode pembelajaran  : Penugasan, diskusi, unjuk kerja

G. MEDIA/ ALAT/ BAHAN
 Berita dari media cetak (buku bahasa dan sastra indonesia kelas untuk SMA/MA Kelas XII program IPA dan IPS karangan Muhammad Rohmadi dan Yuli Kusumawati)
H. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
No. KEGIATAN
A Kegiatan Awal (± 20 menit)
1. Berdoa bersama, guru mengecek ruangan dan kehadiran siswa sekaligus memberikan motivasi
2. Apresepsi dengan menggali pengalaman siswa tentang laporan kegiatan dan fakta serta opini yang pernah dipelajari
3. Menjelaskan standar kompetensi dan indikator
4. Mengemukakan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan
B Kegiatan Inti (± 120 menit)
5. Guru menjelaskan konsep tentang kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini.
6. Siswa duduk dalam kelompok-kelompok kecil/ mandiri yang terdiri atas per orang/ beberapa orang anggota.
7. Guru meminta seorang siswa untuk membacakan laporan kegiatan di depan kelas, siswa yang lain bersama kelompoknya mendengarkan dan mencatat hal-hal pokok isi laporan kegiatan, serta menentukan kalimat yang berupa fakta dan yang berupa opini yang terdapat pada laporan kegiatan.
8. Setiap kelompok mempresentasekan hasil pekerjaannya masing-masing di depan kelas. 
9. Siswa berdiskusi  untuk bersama-sama menuntaskan latihan yang diberikan guru dengan menyumbangkan prinsip saling menyumbang ide. Siswa juga menunjukkan sikap kreatif sebagai pendengar yang apresiatif ketika temannya menyumbangkan ide.
10. Siswa menjukkan apresiasi terhadap hasil kerja teman serta membantu teman sejawat yang mengalami kesulitan
C Kegiatan Akhir (± 20 menit)
11. Siswa menyampaikan kesan dengan menggunakan bahasa yang baik terhadap pembelajaran yang baru berlangsung sebagai kegiatan refleksi
12. Guru memberikan penguatan berupa penghargaan terhadap hasil belajar siswa
13. Guru memberikan tindak lanjut berupa tugas mandiri.
14. Guru menutup kegiatan pembelajaran.

I. SUMBER PEMBALAJARAN
1. Buku Teks
2. Buku Referensi
J. PENILAIAN
No. Indikator Indikator Soal Teknik Bentuk Instrumen
1. Mencatat pokok-pokok isi laporan Dibacakan laporan kegiatan Tugas individu dan kelompok Tes tulis  Setelah membaca berita, siswa diharapkan dapat mengetahui isi laporan kegiatan
2. Membedakan kalimat yang berupa fakta dan berupa opini Siswa berkelompok/ mandiri mendiskusikan perbedaan kalimat yang berupa fakta dan opini  Tes tulis Siswa diharapkan dapat membedakan kalimat yang berupa fakta dengan yang berupa opini
3. Menentukan kalimat yang berupa fakta dan opini Menetukan kalimat yang berupa fakta dan opini yang ada dalam laporan kegiatan  Tes tulis Dapat menentukan ciri-ciri kalimat yang berupa fakta dan opini





BAHAN AJAR
A. Mendengarkan Berita Fakta dan Opini
Teknologi telekomunikasi dan informasi terus berkembang, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Oleh sebab itu, kita harus mampu menyimak secara kritis agar tidak terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan budaya bangsa. Perkembangan telekomunikasi akan semakin meningkat dengan dimunculkannya berbagaidan prasarana yang memadai, baik melalui telepon, televisi, radio, pager, internet,   dan sebagainya. Informasi-informasi tersebut jelas memberikan dampak positif dan negatif kepada masyarakat.
Dampak positif dari teknologi adalah wawasan bertambah, kita bisa melihat kondisi negara lain tanpa beranjak dari tempat duduk. Sedangkan dampak                                                                                          negatifnya adalah hal-hal negatif itu bisa mempengaruhi psikologi kita, seperti pembunuhan, pencabulan, perampokan, dan lain-lain.
Berbagai informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Untuk informasi dari media cetak, kita dapat membaca informasi dari dalam   media tersebut. Sedangkan untuk menangkap berita/informasi dari media elektronik   (khususnya radio dan televisi) kita harus mendengarkannya dengan saksama. Artinya, mengikuti jalan pikiran sang pembicara dengan sungguh-sungguh.
1.   Mencatat Pokok-pokok Isi Berita
Selain bersumber  dari radio atau televisi, mendengarkan berita dapat dilakukan dengan mendengarkan pembacaan teks oleh teman di kelas. Untuk  itu, mintalah seorang dari mereka untuk membacakan teks berikut.
Dengarkan   transkripsi teks   berita   yang   dibacakan   oleh   teman   berikut   ini!
Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta Dideklarasikan
Sebanyak 31 “Radio Komunitas” di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin   (6/5), mendeklarasikan berdirinya Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY). Pendeklarasian di Gedung DPRD DIY, Jalan Malioboro tersebut, didukung 23 organisasi nonpemerintah.
Pernyataan deklarasi dibacakan Surowo (dari Radio Balai Budaya Minomartani). Sebelum pembacaan deklarasi, diadakan dialog publik tentang radio komunitas. Setidaknya   empat pembicara yang tampil, masing-masing Danil Sunandar (perwakilan radio warga), YS. Matyastiadi (perwakilan radio kampus), Martinus Ujianto (perwakilan lembaga swadaya masyarakat), dan Nur Achmad Affandi (Wakil Ketua DPRD DIY).
Dialog menyimpulkan, kehadiran radio komunitas merupakan proses pemberdayaan secara mandiri. Sayangnya, negara tidak memberi ruang gerak dan malah cenderung represif terhadap mereka. Tindakan represif berupa sweeping justru sebuah upaya  yang   menghambat pemberdayaan rakyat mengelola informasi.
Nur   Achmad   Affandi   berkomentar,   dengan   berdirinya   JRKY, diharapkan   upaya   penyadaran   terhadap   aparat   pemerintah   semakin gencar. “Selama ini, aparat pemerintah belum sepenuhnya melihat radio komunitas sebagai bagian dari partisipasi   masyarakat membangun komunitasnya. Mereka baru melihatnya dari satu sisi,” papar wakil rakyat dari PKB itu.
Koordinator JRKY, Adam Agus S., menjelaskan agenda utama yang mendesak diperjuangkan adalah terakomodasinya lembaga penyiaran komunitas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. RUU yang akan dibahas DPR dan Pemerintah pertengahan Mei 2002, sama sekali tidak merangkum keberadaan radio komunitas.   Pemerintah menolak pencantuman lembaga penyiaran komunitas, dengan alasan radio komunitas tergolong gelap sehingga harus di-sweeping.
Padahal, kata Adam, radio komunitas telah berkembang sebagai bagian dari   pemberdayaan   masyarakat   dalam   mengelola   informasi. Dengan kekuatan pemancar 10 watt, radio komunitas di Yogyakarta mampu memberi layanan informasi kepada komunitas tertentu, baik geografis maupun sesama kepentingan.
“Saat ini tercatat 31 radio komunitas di DIY yang menyatakan tergabung dalam JRKY. Akan tetapi, sesungguhnya, secara riil di lapangan jumlahnya berkisar 50. Radio semacam itu terus menjamur sejak tahun 1997 hingga sekarang,” tandas Agam.
(Sumber: harian Kompas , 7 Mei 2007, dengan perubahan seperlunya)
2.   Memilah antara Fakta dan Pendapat
Fakta   adalah   keadaan,   kejadian,   atau   peristiwa   yang   benar   dan   bisa dibuktikan. Termasuk di dalamnya ucapan pendapat atau penilaian orang atas sesuatu. Dalam kode etik jurnalistik, pasal 3 ayat (30) dijelaskan antara lain, “…di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia harus membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opini) sehingga tidak mencampuradukkan yang   satu   dengan   yang   lain   untuk   mencegah   penyiaran berita-berita yang diputarbalikkan atau dibubuhi secara tidak wajar.” Pendapat  juga disebut opini. Dikenal public opinion atau pendapat umum dan   general   opinion    atau   anggapan   umum.   Opini   merupakan   persatuan  (sintesis) pendapat-pendapat yang banyak; sedikit banyak harus didukung orang banyak baik setuju atau tidak setuju; ikatannya dalam bentuk perasaan/emosi; dapat berubah; dan timbul melalui diskusi sosial. Berikut ini adalah ciri-ciri kalimat opini:
1. Sepertinya.
2. Mungkin.
3. Menurut saya.
4. Bagi saya.
5. Hemat saya.
6. Bisa jadi.
7. Kira-kira.
8. Hampir bisa dipastikan.
9. Kelihatannya.
10. … dan lain sebagainya.
Ciri-ciri kalimat fakta:
• biasanya disertai dengan waktu kejadian
• menggunakan kutipan dari berbagai sumber sebagai penguat argumen,
• informasi dari kejadian yang sebenarnya
• pernyataan yang tak terbantah lagi kebenarannya
LKS 1
Dengarkann dengan saksama! Sambil mendengarkan, catat di buku tugas masing-masing tentang pokok-pokok isinya dengan format berikut ini!
Judul Sumber  Pokok-pokok Isi Berita
  Apa Bagaimana  Di Mana Kapan Siapa  mengapa
     

LKS 2
Berdasarkan catatan pokok-pokok isi berita dapat dibedakan antara fakta dan pendapat dalam teks yang dibacakan oleh teman. Selanjutnya, salin di buku tugas format berikut ini untuk mengerjakan!
Format 1.3
No. Fakta Pendapat
1. Pendeklarasian di Gedung   DPRD, DIY, didukung 23 organisasi non-pemerintah.                              Nur   Ahmad   Affandi   berkomentar dengan   berdirinya   JRKY diharapkan upaya penyadaran terhadap aparat                  pemerintah
2. .... ....
3. .... ....
.                            

LKS 3 = Afektif: Perilaku Berkarakter
PETUNJUK:
Pemberian nilai atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala sebagai berikut:
A = Sangat Baik     B = Memuaskan
C = Menunjukkan Kemajuan    D = Memerlukan Perbaikan
FORMAT PENGAMATAN PERILAKU BERKARAKTER
No. Rincian Tugas Kinerja (RTK) Memerlukan Perbaikan (D) Menunjukkan Kemajuan (C) Memuaskan (B) Sangat Baik (A)
1. Kreatif   
2. Komunikatif   
3. Gemar membaca   
4. Kepemimpinan   
  
Hari, Tanggal :
TUGAS RUMAH
Setelah mendengarkan berita, Anda diharapkan mampu menyusun kembali berita tersebut dalam bentuk catatan seperti dalam format berikut. Perhatikan contoh berikut ini!
Judul Acara  : Seputar Indonesia/Liputan 6
Stasiun   : RCTI/SCTV/..............
Waktu Siaran  : ..........................................................
Tanggal Siaran : ..........................................................
Isi Berita  :
1. Apa  : ..........................................................
2. Siapa  : ..........................................................
3. Di mana  : ..........................................................
4. Kapan  : ..........................................................
5. Mengapa  : ..........................................................
6. Bagaimana : .........................................................
Kalimat fakta  :
1.    : .........................................................
2.   : .........................................................
3.   : ..........................................................
Kalimat opini  :
1.    : .........................................................
2.   : .........................................................
3.   : ..........................................................




Mengetahui,
Ka. SMAN 1 Kendari

Yunus, S.Pd., M.Pd.
NIP Kendari, 20 Mei 2012
Guru Mata Pelajaran

Sahirudin
NIM A1D3 09109

Sabtu, 26 Mei 2012

RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan  : SMAN 2 Kendari
Mata Pelajaran   : Bahasa Indonesia
Kelas   : XI
Semester    : 1
Alokasi Waktu  : 4 × 40 menit
A. STANDAR KOMPETENSI :
 Membaca
 3. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring

B.  KOMPETENSI DASAR :
 3.2 Membacakan berita dengan intonasi, lafal, dan sikap membaca yang baik
C.  INDIKATOR :
1. Kognitif
a. Produk
   Menjelaskan konsep tentang kalimat tunggal.
b. Proses
Membaca naskah berita dengan lafal, intonasi, kejelasan ucapan, tatapan mata, dan sikap membaca yang benar serta mengidentifikasi kalimat tunggal.
2. Psikomotor
• Mengidentifikasi kalimat tunggal dalam naskah berita
• Membuat rangkuman isi naskah berita.
3. Afektif
 a. Karakter
• Kerja sama
• Akomodatif
• Tanggung jawab
• Apresiatif
b. Keterampilan sosial
• Bertanya dan memberi tanggapan dengan bahasa yang baik dan benar
• Menyumbang ide
• Menjadi pembaca dan pendengar yang apresiatif
• Membantu teman yang kesulitan
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kognitif
a. Produk
1) Secara mandiri siswa dapat menjelaskan konsep tentang kalimat tunggal
2) Secara mandiri siswa dapat memberikan tanggapan kepada temannya yang membaca naskah berita
b. Proses
Siswa diberikan koran yang berisi berita, kemudian
1) Menemukan kalimat tunggal yang ada dalam naskah berita
2) Melakukan pembahasan mengenai kalimat tunggal dan pola kalimat

2. Psikomotor
• Memberi tanggapan pada teman membacakan berita
• Membacakan hasil rangkuman isi berita
3. Afektif
a. Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku seperti kerja sama¸ akomodatif, bertanggung jawab, dan apresiatif.
b. Keterampilan sosial
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam keterampilan dalam menentukan kalimat tunggal dan rangkuman berita, memberi tanggapan dengan bahasa yang baik dan benar, menyumbang ide, menjadi pembaca dan pendengar berita yang apresiatif, dan membantu teman yang menemui kesulitan.
E. MATERI PEMBELAJARAN
Naskah berita
• Ciri-ciri naskah berita
• Lafal
• Tekanan
• Intonasi
• Jeda
• Rangkuman isi berita
• Kalimat tunggal
• Pola kalimat
F.  MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
 Model pembelajaran  : Demonstrasi
 Metode pembelajaran  : Penugasan, diskusi, unjuk kerja

G. MEDIA/ ALAT/ BAHAN
 Berita dari media cetak (koran)
H. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
No. KEGIATAN
A Kegiatan Awal (± 20 menit)
1. Mengecek kehadiran siswa sekaligus memberikan motivasi
2. Apresepsi dengan menggali pengalaman siswa tentang naskah berita dan kalimat tunggal yang pernah dipelajari
3. Menjelaskan kompeten dan indikator
4. Mengemukakan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan
B Kegiatan Inti (± 120 menit)
5. Siswa duduk dalam kelompok-kelompok kecil/ mandiri yang terdiri atas per orang/ beberapa orang anggota
6. Setiap siswa/ kelompok bergantian membacakan naskah berita di depan kelas, siswa/ kelompok lain memberikan penilaian dan tanggapan dengan memperhatikan lafal, intonasi, kejelasan ucapan, tatapan mata, jeda, dan sikap membaca yang benar
7. Siswa menganalisis/ berdiskusi dalam kelompok untuk membahas mengenai kalimat tunggal dan pola kalimatnya serta menyimpulkan isi berita
8. Secara bergiliran siswa mempresentasikan hasil kerja mandiri/ kelompok di depan kelompok lain untuk ditanggapi dan didiskusikan
9. Siswa berdiskusi menyimpulkan isi berita dengan menyumbangkan prinsip saling menyumbang ide. Siswa juga menunjukkan sikap sebagai pendengar yang apresiatif ketika temannya menyumbangkan ide.
10. Siswa menjukkan apresiasi terhadap hasil unjuk kerja teman kelompok lain serta membantu teman sejawat yang mengalami kesulitan
C Kegiatan Akhir (± 20 menit)
11. Siswa menyampaikan kesan dengan menggunakan bahasa yang baik terhadap pembelajaran yang baru berlangsung sebagai kegiatan refleksi
12. Guru memberikan penguatan penghargaan terhadap hasil belajar siswa
13. Guru memberikan tindak lanjut berupa tugas mandiri yaitu menyaksikan berita dalam media elektronik (televisi), menyebutkan stasiun televisi dan nama pembaca berita, waktunya kapan serta menanggapi sekaligus menyimpulkannya.

I. SUMBER PEMBALAJARAN
1. Buku Teks
2. Buku Referensi


J. PENILAIAN
No. Indikator Indikator Soal Teknik Bentuk Instrumen
1. Membacakan naskah berita dengan memperhatikan penggunaan lafal, intonasi, kejelasan ucapan, tatapan mata, dan sikap membaca yang benar Disajikan naskah drama Tugas individu dan kelompok Unjuk kerja  Setelah membaca berita, siswa diharapkan dapat menyimpulkan isi berita
2. Membahas pembacaan berita yang dilakukan teman Siswa berkelompok/ mandiri menanggapi hasil pembacaan berita teman/ kelompok lain  Lembar observasi Siswa diharapkan dapat memberikan tanggapan pada hasil bacaan temannya
3. Mengidentifikasi kalimat tunggal Menetukan kalimat tunggal yang ada dalam naskah berita  Tes tulis Dapat menentukan pola kalimat tunggal




BAHAN AJAR
Membaca Berita
Ada hal-hal yang perlu Anda perhatikan saat  membacakan berita, yakni nada, tempo (kecepatan), jeda, intonasi, dan pelafalan kata yang jelas dan tepat. Unsur-unsur tersebut sangatlah penting dalam berbahasa lisan agar suasana lebih hidup dan komunikatif. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai unsur-unsur tersebut.
Nada adalah tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu kata. Kata yang bernada menandakan bahwa kata itu lebih penting daripada yang lainnya. Tempo adalah cepat atau lambatnya pengucapan suatu bagian dalam kalimat. Fungsinya hampir sama dengan tekanan nada, yakni untuk mementingkan suatu kata dalam bagian kalimat. Jeda adalah   penghentian sementara dalam kalimat untuk memperjelas arti. Intonasi adalah naik turunnya kalimat. Hampir sama dengan nada, intonasi fungsinya adalah sebagai pembentuk makna kalimat sebagaimana yang tampak antara kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
Jika pembacaan beritaitu dilakukan di hadapan banyak orang, Anda pun harus memerhatikan tatapan mata. Sebaiknya, tatapan muka ditujukan ke semua arah agar audiens yang mendengarkan merasa diperhatikan. Begitu pula dengan sikap dan penampilan haruslah dijaga dengan baik.
Untuk melatih  Anda, bacalah berita berikut dengan baik. Berikut penggunaan tanda jeda dan intonasi.
/ = jeda sebentar
// = jeda lama
– = intonasi datar
v = intonasi turun
v= intonasi naik
Lita Liviani, Pemusik Cilik dengan Potensi Besar
Para pemirsa Liputan Siang,
Orkes Simfoni Nasional Indonesia (OSNI) dalam pergelaran kali ini, secara khusus menampilkan keahlian generasi Lita musikus cilik bernama lengkap Lita Liviani Tandiono dengan empat kemahiran memainkan piano, biola, cello, dan lute.
Lita yang kini berusia 9 tahun sembilan bulan adalah pemusik yang sangat muda untuk kemampuannya itu. Dengan latar belakang gemblengan dari kedua orang tuanya, si bocah yang dibesarkan di Kota Pahlawan ini sesungguhnya bisa digali sejak awal, sejak usia kanak menjalani pengenalan atas instrumen sejak usia empat setengah tahun dengan dukungan orang yang berbeda.
Walau ibunya mengatakan bahwa dia lebih menguasai piano dan biola, Lita malah mengaku tak bisa memilih mana instrumen yang paling digemarinya. Malam itu, usai pergelaran di mana dia memainkan beberapa karya komponis dunia, Lita tergagap saat dikerumuni wartawan  mengumbar pertanyaan seputar penampilannya.
Jaya Suprana, Ketua Muri yang juga pianis, setelah menganugerahkan rekor bagi pianis cilik itu melontarkan pendapat tentang keahlian generasi Lita sebagai kebanggaan buat dunia musik, khususnya di Indonesia. Pada momen tersebut,  Jaya Suprana juga memberikan anugerah untuk konduktor Jap Tji Kien, sebagai orang pertama di Asia yang meraih gelar FRSM (Fellowship of Royal School of Music), London.
Menurut pendapat Koei Pin Yeo, pimpinan Sekolah Musik Jakarta dan music director OSNI, bakat sesungguhnya bisa digali sejak awal, sejak usia kanak. Lita telah memenuhi syarat itu, termasuk menguasai instrumen piano sejak usia empat tahun setengah, biola di sekitar usia enam tahun, cello pada usia delapan tahun, dan lute pada usia sembilan tahun.
Lita fasih menyenandungkan tiap lubang lute lewat jemarinya yang mungil serta napas bocahnya dalam nomor "Minuet in G Major" karya JS Bach, "Gavote" (GF Handel) dan "Hunter Chorus" (CM Von Weber). Lita mampu memainkan cello yang berukuran hampir seukuran tubuhnya.
Dengan menyandarkan ke tubuh, dia menggesek instrumen gesek itu. Tarikannya yang dibatasi tungkai tangan, tekanan jari mungil yang kadang menekan kurang penuh sehingga senar belum sempurna kejernihannya, namun kemampuan menempatkan jari sehingga menghasilkan nada tepat di tempo yang cepat pada dua komposisi,  "Sonata  in C Mayor – Allegro" karya JB Breval, tetap mengagumkan. Pada karya WA Mozart yang akrab di telinga publik ini, dia membawakan nomor "Concerto for Piano K.414 in A.  Major – Alegro" dengan kemampuan maksimal sejak awal komposisi dimainkan.
Kekuatan permainan instrumen Lita diperlihatkan ketika bocah ini memainkan biola. Keahlian pada seusia Lita dalam meraih prestasi rekor Muri sangat logis dan menakjubkan.
Koei Pi Yeo sebagai pimpinan OSNI yang juga pernah "menjembatani" kemunculan pemain lute termuda lainnya, Stephanie Jaya dalam menggondol MURI, berkomentar bahwa bakat memang penting, tetapi harus disertai disiplin. Tiap orang sebenarnya punya kepekaan. Untuk menggalinya, orang tua bisa melakukan dengan cara rajin mengajak si anak merekam berbagai (pertunjukan) orkestra untuk dibawa pulang ke rumah.
Demikianlah berita ini kami sampaikan. Terima kasih atas perhatian pemirsa.
Sumber: http://www.trans7.co.id/





Kalimat Tunggal
Perhatikan contoh kalimat berikut.
Jaya Suprana, Ketua MURI yang juga pianis, setelah menganugerahkan rekor bagi pianis cilik itu melontarkan pendapat tentang keahlian generasi Lita sebagai kebanggaan buat dunia musik, khususnya di Indonesia. Kalimat yang panjang tersebut berasal dari kalimat tunggal berikut.
Jaya Suprana    melontarkan     pendapat
    Subjek             Predikat          Objek
Teks berita terdiri atas beberapa kalimat yang padu. Apakah kalimat itu? Dasar kalimat adalah adanya bagian (konstituen) dasar dan intonasi inal. Kontituen dasar itu biasanya berupa klausa. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata berkonstruksi predikatif. Artinya, susunan tersebut dapat berfungsi sebagai predikat. Adapun yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Berikut ini contoh klausa.
Adik mandi (Adik = subjek; mandi= predikat)
Jadi, kalau sebuah klausa diberi intonasi inal, akan terbentuklah sebuah kalimat. Intonasi inal itu terdiri atas intonasi deklaratif (tanda titik), intonasi interogatif (tanda tanya), dan intonasi seru (tanda seru).
Adapun kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal ini berarti bahwa konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat tunggal, tentu saja terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Selain itu, tidak mustahil ada pula unsur manasuka seperti keterangan tempat, waktu, dan alat. Dengan demikian, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi juga dapat panjang seperti pada contoh berikut.
1.   Tuti akan pulang.
2.   Kami siswa SMA Budi Asih.
3.   Mereka membentuk kelompok belajar.
4.   Guru Bahasa Indonesia kamu akan dikirim ke luar negeri.
5.   Pekerjaannya mengawasi semua siswa di sini.
LKS
1. Bacakanlah isi berita tersebut di depan kelas dengan memperhatikan aspek intonasi, lafal, dan sikap!
2. Sebelum memulai pembacaan berita, lakukanlah latihan terlebih dahulu!
3. Pada saat teman Anda membacakan berita, berilah tanggapan dengan mengisi tabel penilaian berikut!
Nama Aspek   Penilaian
 Lafal  Tempo Nada Intonasi Sikap
    


Keterangan:
Skor penilaian antara 6 s.d. 10
4. Cari dan tentukanlah beberapa kalimat tunggal yang ada dalam setiap paragraf dalam teks berita tersebut.
LKS 2
1. Simaklah beberapa pembacaan berita di televisi! Amati intonasi, lafal, dan cara membacanya!Anda akan menemukan berbagai cara pembacaan berita.
2. Coba Anda pelajari salah satu cara membaca berita itu  di televisi, yang menurut kelompok Anda merupakan cara membacaberita paling baik!
3. Salah satu anggota kelompok membaca berita di depan kelas!
4. Setiap kelompok saling menilai cara membaca berita dari kelompok lain.
5. Tuliskan teknik membaca berita yang baik menurut kelompok Anda!
LKS 3 = Afektif: Perilaku Berkarakter
PETUNJUK:
Pemberian nilai atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala sebagai berikut:
A = Sangat Baik     B = Memuaskan
C = Menunjukkan Kemajuan    D = Memerlukan Perbaikan
FORMAT PENGAMATAN PERILAKU BERKARAKTER
No. Rincian Tugas Kinerja (RTK) Memerlukan Perbaikan (D) Menunjukkan Kemajuan (C) Memuaskan (B) Sangat Baik (A)
1. Kerja Sama   
2. Akomodatif   
3. Bertanggung Jawab   
4. Apresiatif   
   
Hari, Tanggal :
Mengetahui,
Ka. SMAN 2 Kendari

Yunus, S.Pd., M.Pd.
NIP Kendari, 20 Maret 2012
Guru Mata Pelajaran

Sahirudin
NIM A1D3 09109

Deiksis Persona Bahasa Kambowa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling utama. Hal ini dapat dibuktikan bahwa bahasa itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Walaupun dewasa ini, banyak sekali media komunikasi yang canggih tetapi tanpa adanya bahasa hal itu hanya sia-sia saja.
Sebagai makhluk sosial manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya. Dalam berinteraksi, bahasa menjadi sesuatu yang pertama dan utama sebelum hal-hal lain difungsikan. Sehingga di dalam situasi inilah bahasa hadir secara struktur dan konteks bahasa itu sendiri. Ada makna tersurat dan tersirat, makna tersurat perlu dipahami dalam struktur bahasa. Tetapi makna tersirat dalam memaknainya diperlukan kelebihan yang ekstra karena maknanya tidak terdapat dalam struktur kalimatnya yang sesungguhnya.
Berbicara tentang makna tersirat atau makna di luar bahasa, dalam hal ini peran pendengar dan pembicara sangatlah besar. Seorang pendengar harus melibatkan penafsirannya untuk dapat menganalisis tentang apa yang dimaksudkan pembicara dengan tuturannya yang maknanya terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pembicara juga harus mempunyai pertimbangan tentang bagaimana cara mengatur apa yang mereka bicarakan, sesuai dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa (Yule, 2006: 3).
Jika bahasa menyangkut masalah situasi dan kondisi yang sebenarnya, maka hal itu sudah menjadi obyek kajian pragmatik. Karena pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Ada salah satu bidang pragmatik yaitu deiksis, yang dalam cabang linguistik disejajarkan dengan bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Jika ketiga cabang itu mengkaji struktur bahasa secara internal sedangkan deiksis mengkaji fungsi satuan kebahasaan. Dalam berkomunikasi akan berjalan dengan baik jika penggunaan deiksis sesuai dengan fungsinya. Sehingga penelitian tentang analisis deiksis untuk mengetahui keberadaannya dalam suatu bahasa sangat penting dilaksanakan.
Zaman modernisasi memang memodernisasi segala hal, termasuk bahasa daerah yang sudah cukup memprihatinkan. Dimana sudah banyak penuturnya yang tidak memelihara akan keasliannya bahkan generasi penuturnya pun sudah terancam tidak ada. Sehingga mengkaji lebih dalam lagi terhadap bahasa daerah perlu terus dilakukan walaupun hanya pada hal-hal kecil saja.
Penelitian deiksis belum banyak dilakukan. Penelitian deiksis dalam bahasa kulisusu dilakukan oleh Hasman (2006) dan penggunaan deiksis persona dalam terks novel Di Kaki Bukit Cilabak yang ditulis oleh Wa ode Satriani. Sehingga penelitian deiksis persona dalam bahasa Kambowa perlu dilakukan, mengingat masih kurangnya penelitian yang mengkaji bahasa Kambowa dan peneliti sengaja ingin meneliti deiksis sebab deiksis dikaji di luar bahasa. Deiksis persona juga perlu pemahaman agar tidak terjadi pergantian makna yang dapat menimbulkan sebuah problematis karena manusia mengalami proses tahapan untuk menyesuaikan diri.
Perhatikan ilustrasi berikut ini:
“Kapala Desa nalumou wae dhaowa. Semio omie nopenae,” hamai lumou komiu?”
Dari ilustrasi di atas, kata yang bergaris bawah dalam bahasa kambowa itu menunjukan sesuatu yang jamak, tetapi mengapa ditujukan kepada sesuatu yang tunggal. Hal inilah yang menjadi tanda tanya yang membuat penulis tertarik meneliti dengan judul “ Analisis Deiksis Persona Bahasa Kambowa.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik suatu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Analisis Deiksis Persona Bahasa Kambowa?”.
1.3 Tujuan Penelitian
 Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah “untuk mendeskripsikan analisis deiksis persona bahasa Kambowa”.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca, dan pengajaran bahasa baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai sumber informasi dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai kajian    deiksis terutama deiksis persona.
b. Sebagai sumber informasi dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai kajian linguistik terutama kajian pragmatik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru atau pengajar dapat dijadikan acuan sebagai fasilitator mata pelajaran Mulok khususnya mata pelajaran bahasa daerah.
b. Bagi masyarakat umum dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan.
c. Bagi peneliti; sebagai khasanah untuk menambah ilmu pengetahuan dan sumber informasi sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya sesuai dengan kajian penelitian ini.








BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pragmatik
 Istilah pragmatik sebagaimana kita kenal saat ini diperkenalkan oleh seorang filosof yang bernama Charless Morris tahun 1938. Ketika ia membicarakan bentuk umum ilmu tanda (semiotic). Ia menjelaskan dalam (Levinson, 1983:1) bahwa semiotik memiliki tiga bidang kajian, yaitu sintaksis (syintax), semantik (semantics), dan pragmatik (pragmatics). Sintaksis merupakan kajian lingustik yang mengkaji hubungan formal antar tanda. Semantik adalah kajian linguistik tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda tersebut.
Berbeda dengan Charles Morris, Carnap (1938) seseorang filosof dan ahli logika menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak tertentu yang menunjukkan pada agents. Dengan perkataan lain, pragmatic mempelajari hubungan konsep yang merupakan tanda dengan pemakai tanda tersebut. Selanjutnya, ahli lainkan Montague mengatakan bahwa pragmatic adalah Studi yang mempelajari idexical atau deictic. Dalam pegertian yang terakhir ini, pragmatic berkaitan dengan teori rujukan/deiksis, yaitu pemakaian bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakainya.
Levinson (1983) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, memberikan beberapa batasan tentang pragmatik. Beberapa batasan yang dikemukakan Levinson antara lain mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk memahami pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) yang ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi maksud penutur. (Yule, 2006: 3)
2.2 Deiksis
 Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukkan’ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukkan’ disebut ungkapa deiksis. Ketika anda menunjuk objek asing dan bertanya,”apa itu”?, maka anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan deiksis kadangkala juga disebut indeksikal. Ungkapan-ungkapan itu berada di antara bentuk-bentuk awal yang dituturkan oleh anak-anak yang masih kecil dan dapat digunakan untu menunjuk orang dengan deiksis persona (‘ku’, ‘mu’), atau untuk menunjuk tempat dengan deiksis spaisal (‘di sini’, ‘di sana’), atau untuk menunjuk waktu dengan deiksis temporal (‘sekarang’, ‘kemudian’). (Yule, 2006: 13-14).
Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1998: 6). Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara (Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43).
Menurut Bambang Kaswanti Purwo (1984: 1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan (1987: 40) disebut deiksis (Setiawan, 1997: 6).
2.3 Jenis-jenis Deiksis
Deiksis ada lima macam, yaitu deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis sosial (Nababan, 1987: 40). Selain itu Kaswanti Purwo (Sumarsono, 2008: 60) menyebut beberapa jenis deiksis, yaitu deiksis persona, tempat, waktu, dan penunjuk. Sehingga jika digabungkan menjadi enam jenis deiksis. Paparan lebih lengkap sebagai berikut.
2.3.1 Deiksis Persona
Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari kata Yunani prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), berarti juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan permainan bahasa (Lyons, 1977: 638 via Djajasudarma, 1993: 44). Deiksis perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan, dan entitas yanng lain.
Deiksis persona dengan jelas menerapkan tiga pembagian dasar, yang dicontohkan kata ganti orang pertama (“saya”), orang kedua (“kamu”), dan orang ketiga (“dia laki-laki”, “dia perempuan”, atau “dia barang/ sesuatu”). Dalam beberapa bahasa kategori deiksis penutur, kategori deiksis lawan tutur dan kategori deiksis lainnya diuraikan panjang lebar dengan tanda status sosial kekerabatan (contohnya, lawan tutur dengan status sosial lebih tinggi dibandingkan dengan lawan tutur dengan status sosial yang lebih rendah). Ungkapan-ungkapan yang menunjukkan status lebih tinggi dideskripsikan sebagai honorifics (bentuk yang dipergunakan untuk mengungkapkan penghormatan). (Yule, 2006: 15).
Deiksis orang ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dapat dibagi menjadi tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.
Kata ganti persona pertama dan kedua rujukannya bersifat eksoforis. Hal ini berarti bahwa rujukan pertama dan kedua pada situasi pembicaraan (Purwo, 1984: 106). Oleh karenanya, untuk mengetahui siapa pembicara dan lawan bicara kita harus mengetahui situasi waktu tuturan itu dituturkan. Apabila persona pertama dan kedua akan dijadikan endofora, maka kalimatnya harus diubah, yaitu dari kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung. (Setiawan, 1997: 8).
Bentuk pronomina persona pertama jamak bersifat eksofora. Hal ini dikarenakan bentuk tersebut, baik yang berupa bentuk kita maupun bentuk kami masih mengandung bentuk persona pertama tunggal dan persona kedua tunggal.
Berbeda dengan kata ganti persona pertama dan kedua, kata ganti persona ketiga, baik tunggal, seperti bentuk dia, ia, -nya maupun bentuk jamak, seperti bentuk sekalian dan kalian, dapat bersifat endofora dan eksofora. Oleh karena bersifat endofora, maka dapat berwujud anafora dan katafora (Setiawan, 1997: 9).
Deiksis persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah deiksis jabaran. Menurut pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984: 21) bahwa deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu.
Jika ditinjau dari segi artinya, pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke nomina lain. Jika dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronomina menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan dalam macam kalimat tertentu- juga predikat. Ciri lain yang dimiliki pronomina ialah acuannya dapat berpindah-pindah karena bergantung pada siapa yang menjadi pembicara/penulis, yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan (Moeliono, 1997: 170).
Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu ke orang. Pronomina dapat mengacu pada diri sendiri (persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (persona ketiga) (Moeliono, 1997: 172).
2.3.1.1 Pronomina Persona Pertama
Dalam Bahasa Indonesia, pronomina persona pertama tunggal adalah saya, aku, dan daku. Bentuk saya, biasanya digunakan dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Bentuk saya, dapat juga dipakai untuk menyatakan hubungan pemilikan dan diletakkan di belakang nomina yang dimilikinya, misalnya: rumah saya, paman saya. Pronomina persona pertama aku, lebih banyak digunakan dalam situasi non formal dan lebih banyak menunjukkan keakraban antara pembicara/penulis dan pendengar/pembaca. Pronomina persona aku mempunyai variasi bentuk, yaitu -ku dan ku-. Sedangkan untuk pronomina persona pertama daku, pada umumnya digunakan dalam karya sastra.
Selain pronomina persona pertama tunggal, bahasa Indonesia mengenal pronomina persona pertama jamak, yakni kami dan kita. Kami bersifat eksklusif; artinya, pronomina itu mencakupi pembicara/penulis dan orang lain dipihaknya, tetapi tidak mencakupi orang lain dipihak pendengar/pembacanya. Sebaliknya, kita bersifat inklusif; artinya, pronomina itu mencakupi tidak saja pembicara/penulis, tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain.
2.3.1.2 Pronomina Persona Kedua
Pronomina persona kedua tunggal mempunyai beberapa wujud, yakni engkau, kamu Anda, dikau, kau- dan -mu. Pronomina persona kedua engkau, kamu, dan -mu, dapat dipakai oleh orang tua terhadap orang muda yang telah dikenal dengan baik dan lama; orang yang status sosialnya lebih tinggi; orang yang mempunyai hubungan akrab, tanpa memandang umur atau status sosial.
Pronomina persona kedua Anda dimaksudkan untuk menetralkan hubungan. Selain itu, pronomina Anda juga digunakan dalam hubungan yang tak pribadi, sehingga Anda tidak diarahkan pada satu orang khusus; dalam hubungan bersemuka, tetapi pembicara tidak ingin bersikap terlalu formal ataupun terlalu akrab.
Pronomina persona kedua juga mempunyai bentuk jamak, yaitu bentuk kalian dan bentuk pronomina persona kedua ditambah sekalian: Anda sekalian, kamu sekalian. Pronomina persona kedua yang memiliki varisi bentuk hanyalah engkau dan kamu. Bentuk terikat itu masing-masing adalah kau- dan -mu.
2.3.1.3 Pronomina Persona Ketiga
Pronomina persona ketiga tunggal terdiri atas ia, dia, -nya dan beliau. Dalam posisi sebagai subjek, atau di depan verba, ia dan dia sama-sama dapat dipakai. Akan tetapi, jika berfungsi sebagai objek, atau terletak di sebelah kanan dari yang diterangkan, hanya bentuk dia dan -nya yang dapat muncul. Pronomina persona ketiga tunggal beliau digunakan untuk menyatakan rasa hormat, yakni dipakai oleh orang yang lebih muda atau berstatus sosial lebih rendah daripada orang yang dibicarakan. Dari keempat pronomina tersebut, hanya dia, -nya dan beliau yang dapat digunakan untuk menyatakan milik.
Pronomina persona ketiga jamak adalah mereka. Pada umumnya mereka hanya dipakai untuk insan. Benda atau konsep yang jamak dinyatakan dengan cara yang lain; misalnya dengan mengulang nomina tersebut atau dengan mengubah sintaksisnya.
Akan tetapi, pada cerita fiksi atau narasi lain yang menggunakan gaya fiksi, kata mereka kadang-kadang juga dipakai untuk mengacu pada binatang atau benda yang dianggap bernyawa. Mereka tidak mempunyai variasi bentuk sehingga dalam posisi mana pun hanya bentuk itulah yang dipakai, misalnya usul mereka, rumah mereka.
2.3.2 Deiksis Tempat
Deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa -termasuk bahasa Indonesia- membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan “yang bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar -di situ) (Nababan, 1987: 41). Sebagai contoh penggunaan deiksis tempat.
(a) Duduklah kamu di sini.
(b) Di sini dijual gas Elpiji.
Frasa di sini pada kalimat (a) mengacu ke tempat yang sangat sempit, yakni sebuah kursi atau sofa. Pada kalimat (b), acuannya lebih luas, yakni suatu toko atau tempat penjualan yang lain.
 2.3.3 Deiksis Waktu
Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis (rujukan) waktu ini diungkapkan dalam bentuk “kala” (Inggris: tense) (Nababan, 1987: 41). Contoh pemakaian deiksis waktu:
(a) “saya sudah membeli buku”.
(b) “saya sedang membeli buku”.
Meskipun tanpa keterangan waktu, dalam kalimat (a) dan (b), penggunaan deiksis waktu sudah jelas. Namun apabila diperlukan pembedaan/ketegasan yang lebih terperinci, dapat ditambahkan sesuatu kata/frasa keterangan waktu; kemarin, tahun lalu, sekarang, dan sebagainya.
2.3.5 Deiksis Sosial
Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem morfologi kata-kata tertentu (Nababan, 1987: 42).
2.3.6 Deiksis Penunjuk
Di dalam bahasa Indonesia kita menyebut demontratif (kata ganti penunjuk): ini untuk menunjuk sesuatu yang dekat dengan penutur, dan itu untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara. “Sesuatu” itu bukan hanya benda atau barang melainkan juga keadaan, peristiwa, bahkan waktu. Perhatikan penggunaannya dalam kalimat-kalimat berikut.
1. Masalah ini harus kita selesaikan segera.
2. Ketika peristiwa itu terjadi, saya masih kecil.
3. Saat ini saya belum bisa ngomong.
Contoh-contoh di atas menunjukan, penggunaan deiksis ini dan itu tampaknya bergantung kepada sikap penuturterhadap hal-hal yang ditunjuk; jika dia “merasa” sesuatu itu dekat dengan dirinya, dia akan memakai ini, sebaliknya itu digunakan untuk menyatakan sesuatu yang jauh darinya.









BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 Jenis dan Metode Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penilitian ini termasuk penelitian lapangan. Maksudnya peneliti turun langsung ke lapangan untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang sesuai dengan masalah penelitian.
3.1.2 Metode Penelitian
 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang mengandung arti bahwa penelitian ini dilakukan berdasarkan fakta yang ada dan fenomena secara empiris masih hidup pada masyarakat penuturnya (Sudaryanto, 1992: 62).
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bahasa lisan yang berupa tuturan-tuturan yang bersumber dari penutur asli bahasa Kambowa khususnya di Desa Konde Kecamatan Kambowa Kabupaten Buton Utara.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari hasil tuturan yang dituturkan penutur asli (selaku informan). Untuk menjaga kelestarian data dalam penelitian ini, maka yamg menjadi informan adalah mereka yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Penutur asli bahasa Kambowa yang ucapannya fasih dan jelas.
2. Jarang meninggalkan daerah atau lokasi bahasa yang diteliti dalam waktu yang lama.
3. Informan yang tidak berpendidikan, sekurang-kurangnya berumur 40 tahun (karena pengalamannya), sedangkan informan yang berpendidikan sekurang-kurangnya berumur 20 tahun.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumoulkan data dari penelitian ini adalah digunakan metode simak dan metode cakap. Metode simak yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh dengan cara menyimak setiap pembicaraan informan. Metode cakap yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data lisan dengan cara mengadakan kontak langsumg dengan informan. Kontak langsung yang dimaksud adalah kontak langsung secara verbal.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
 Sejalan dengan metode di atas, maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik rekam dan teknik catat. Selain itu, setalah data terkumpul, peneliti juga menggunakan teknik intropeksi melalui teknik elisitasi (Djayasudarma dalam Konisi, 2001: 16).  Selain teknik intropeksi dan teknik elisitasi peneliti juga menggunakan teknik trianggulasi yakni peneliti dapat membuat data sendiri, kemudian data tersebut ditanyakan kebenarannya kepada informan yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Kebenaran data tersebut menyangkut struktur kalimat. Ketiga teknik ini (teknik intropeksi, teknik elisitasi dan teknik trianggulasi), dipergunakan karena peneliti juga adalah penutur asli bahasa kambowa. Teknik rekam digunakan dengan pertimbangan bahwa data yang diteliti berupa data lisan. Selain teknik rekam, digunakan pula teknik catat melalui kartu data.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
3.4.1 Metode Analisis Data
 Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan pendekatan struktural yakni peneliti berupaya memberikan gambaran secara objektif tentang deiksis persona bahasa Kambowa yang dikaji dengan melihat maknanya dalam kalimat.
3.4.2 Teknik Analisis Data
 Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik digunakan sebgai upaya interprestasi makna dengan penafsiran yang tepat berdasarkan kalimat yang ada dalam kartu data.
 Untuk mempermudah analisis, data yang diambil dari kalimat dalam kartu data sebanyak 50 kalimat. 15 kalimat adalah dari data buatan sendiri 35 kalimat dari data hasil metode simak dan metode cakap. Analisis data dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut:
1. Menentukan unit analisis, yang terdiri atas 50 kalimat.
2. Mengidentifikasi data deiksis yang ada dalam kartu data.
3. Mengklasifikasi data deiksis yang ada dalam kartu data.
4. Menganalisis data untuk menemukan acuan deiksis, dan
5. Menyimpulkan hasil analisis data.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jurnallingua.com/edisi-2006/5-vol-1-no-1/31-pragmatik-konsep-dasar-memahami-konteks-tuturan.html
http://suluhpendidikan.blogspot.com/2009/01/deiksis-dalam-kajian-pragmatik.html
Rosnawati. 2010. Skripsi: kalimat imperatif bahasa Cia-cia. Kendari: FKIP UNHALU.
Satriani, Wa Ode. 2010. Skripsi:penggunaan deiksis persona dalam teks novel ‘Di Kaki Bukit Cilabak’ karya Ahmad Tohari. Kendari: FKIP UNHALU.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



ditulis oleh sahirudin