AKU MASIH MENCINTAINYA

AKU MASIH MENCINTAINYA
SELAMAT DATANG di SAHIRUDIN KAMBOWA

Jumat, 01 Juni 2012

Unsur-unsur Paragraf Jurnalistik

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Unsur-unsur Paragraf Jurnalistik
3.1.1 Transisi
Transisi berarti peralihan dari paragraf yang satu ke paragraf berikutnya. Transisi menghubungkan dua paragraf yang berdekatan. Transisi bisa berupa kata, bisa juga berupa kalimat. Dalam bagasa jurnalistik, tidak ada ketentuan apakah setiap paragraf harus memakai transisi. Setiap penulis atau jurnalis diberi kebebasan untuk menggunakan atau tidak menggunakan kata-kata transisi.
Transisi ditandai dengan kata hubungan kelanjutan seperti kata lalu, dan, serta; kata hubungan antar waktu seperti sekarang, sebelum, kemudian; kata penanda kalimat seperti misalnya; kata penanda kontras seperti tetapi, sebaliknya, walaupun; kata penanda  urutan jarak seperti di sini, di sana; kata penanda ilustrasi seperti contoh; kata penanda sebab-akibat seperti sebab, oleh karena itu; kata penanda hubungan kondisi (pengandaian) seperti jika, andaikata, kalau; dan kata penanda kesimpulan seperti secara garis besar, dapat disimpulkan, ringkasnya.
3.1.2 Kalimat Topik
Kalimat topik dalam bahasa jurnalistik disebut kalimat utama. Menurut kaidah bahasa jurnalistik, kata topik dan utama berbeda sekali konotasi serta maknanya. Kalimat utama ialah sebuah kalimat dalam paragraf yang menunjukkan gagasan pokok, gagasan induk, atau ide sentral yang mendominasi seluruh uraian dalam paragraf tersebut. Kalimat utama bisa ditempatkan pada awal paragraf, bisa juga diletakkan pada akhir paragraf. Jika pada awal paragraf, maka paragraf itu disebut paragraf deduktif. Artinya pesan disusun dari umum ke khusus. Tetapi jika pada akhir paragaraf, maka paragraf itu dinamakan paragraf induktif. Artinya pesan jurnalistik disusun dari husus ke umum.
3.1.3 Kalimat pengembang
Kalimat utama yang diberi penjelasan dan uraian penekanan serta contoh-contoh pada kalimat-kalimat berikutnya dalam satu paragraf yang sama, itulah yang disebut dengan kalimat pengembang. Kalimat pengembang merupakan penjabaran atau perluasan dari gagasan pokok yang terdapat dalam kalimat utama. Kalimat pengembang berusaha menjabarkan sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret. Dalam bahasa jurnalistik, kalimat pengembang disebut pula kalimat penjelas.
3.1.4 Kalimat Penegas
Sesuai dengan namanya, kalimat penegas dimaksudkan untuk memberi penegasan atau penekanan terhadap apa yang telah dinyatakan dalam kalimat utama. Menurut seorang pakar bahasa, fungsi kalimat penegas ada dua. Pertama, sebagai pengulang atau penegas kembali kalimat topik atau kalimat utama. Kedua, sebagai daya penarik bagi para pembaca atau sebagai selingan untuk menghilankan kejenuhan (Tarigan,1981: 20) dalam (As Haris Sumadiria 2006:89)
Untuk itulah, dalam bahasa jurnalistik sangat ditekankan betapa pentingnya pilihan kata atau diksi dan variasi kalimat, antara lain sebagai salah satu cara untuk memikat-mengikat minat dan khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa agar tetap mengikuti jalan cerita yang disajikan penulis atau jurnalis.
3.2 Jenis-jenis Paragraf Jurnalistik
3.2.1 Paragraf Deduktif
Paragraf yang dimulai dengan kalimat utama disusul dengan penjelasan atau uraian secara lebih perinci dengan mengikuti pola urutan pesan dari umum ke husus, disebut paragraf deduktif. Fungsi paragraf deduktif terutama menegaskan seuatu pokok pikiran, pernyataan atau kesimpulan untuk segra diketahui dan dicacat oleh khalayak pembaca, mendengar, atau pemirsa. Untuk lebih meyakinkan betapa pentingnya kesimpulan itu, penulis atau jurnalis kemudian memerincinya dalam kalimat-kalimat pengembang dan kalimat penjelas.
3.2.2 Paragraf Induktif
Paragraf yang dimulai dengan kalaimat penjelas yang menekankan bagian-bagian atau unsusr-unsur terkecil disusul dengan pejelasan bagian-bagian yang lebih besar sebelum kemudian diakhiri dengan kesimpulan atau kalimat penegas disebut paragraf induktif. Dalam paragraf induktif, urutan pesan dimulai dari khusus ke umum.
Fungsi paragraf induktif terutama untuk menekankan bagian-bagian atau satuan-satiuan terkecil dari ide pokok yang ingin disampaikan penulis atau jurnalis kepada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Fungsi paragraf induktif, lebih banyak bersifat visual atau penggambaran suatu hal dari pada paragaraf deduktif yang lebih menekankan dimensi konseptual atau penekanan suatu gagasan tertentu.
3.2.3 Paragraf Campuran
Paragraf campuran sesunguhnya merupakan gabungan beberapa unsur paragraf deduktif dan paragraf induktif. Sebagian unsur paragraf deduktif, misalnya kalimat pengembang pada bagian awal paragraf, dipadukan dengan sebagian unsur paragraf induktif, misalnya kalimat penegas pada bagian ahir paragraf. Dengan demikian penempatan kalimat utama seola-olah tersembunyi pada bagian tengah paragraf. Bahasa jurnalistik, kurang menyukai paragraf campuran karena cenderung menyulitkan pembaca, pendengar, atau pemirsa untuk cepat mengambil kesimpulan mengenai pokok pikiran yang terdapat dalam suatu paragraf.
3.2.4 Paragraf Perbandingan
Paragraf perbandingan tidak membicarakan urutan pesan sebagaimana tampak pada paragraf deduktif dan paragaraf induktif. Paragraf perbandingan lebih tertarik pada materi isi pesan yang ingin disampaikan seorang penulis atau jurnalis kepada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Seatu paragaraf disebut paragaraf penbandingan apabila kalimat utama yang biasanya ditempatkan pada awal paragaraf, membandingkan dua hal mengenai unsur-unsur sifat atau keadaan yang terdapat di dalamnya. Dalam perbandingan, lazim digunakan analogi.
3.2.5 Paragraf Pertanyaan
Paragraf yang bertujuan untuk mempertanyakan atau menggugat sesuatu dengan mengajukan kalimat tanya pada kalimat pertama atau kalimat kedua di awal paragaraf jurnalistik, disebut paragraf pertanyaan. Karena bahasa jurnalistik bersifat lentur, tidak kaku, dan dinamis, maka boleh saja sewaktu-waktu seorang penulis atau jurnalis mengajukan pertanyaan kunci pada kalimat di akhir paragraf. Bahkan pada dua kalimat terakhir paragraf, dua pertanyaan dapat dilontarkan sekaligus. Efeknya, pembaca, pendengar atau pemirsa, akan mengingat dan terdorong untuk membawa pertanyaan itu ke paragraf-paragraf berikutnya.
3.2.6 Paragraf Sebab-akibat
Paragraf yang dapat disusun berdasarkan urutan logis disebut paragraf sebab-akibat. Artinya, kalimat utama dalam paragraf dikembangkan kedalam urutan sebab dan akibat. Suatu peristiwa tidak mungkin ada tanpa sebab atau latar belakang yang mendasarinya. Bahasa jurnalistik sangat menyukai paragraf jenis demikian.
3.2.7 Paragraf Contoh
Paragraf yang disusun dengan menunjukan banyak contoh pada kalimat utama, kalimat pengembang, dan kalimat penjelas, disebut paragraf contoh. Fungsi utama paragraf contoh tidak dimaksudkan untuk menekankan suatu gagasan atau konsep, tetapi justru untuk memberikan gambaran sesuatu hal secara konkret pada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.
Bahasa jurnalistik sangat akrab dengan paragraf contoh, mengingat bahasa jurnalistik disaratkan untuk lebih mengutamakan kata-kata dan kalimat konkret daripada kata-kata dan kalimat abstrak. Alasanya sangat jelas, khalayak pembaca, pandengar, atau pemirsa tidak menyukai sesuatu yang abstrak. Sesuatu yang abstrak sulit dicerna dan dipahami maksudnya.
3.2.8 Paragraf perulangan
Paragraf yang melakukan pengulangan kata, istilah, frasa, atau klausa, dalam susunan kalimat yang berbeda tetapi masih dalam satu paragraf jurnalistik yang sama, disebut paragraf perulangan. Fungsi paragraf perulangan terutama dimaksudkan untuk lebih menekankan efek psikologis yang ingin dicapai dari khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa, tetap terjaga, tetap tertarik, dan tetap mengikuti keseluruhan uraian dari sang penulis atau jurnalis.
3.2.9 Paragraf Defenisi
Paragraf yang menunjukkan suatu istilah atau konsep pada kalimat utama dan istilah atau konsep itu masih memerlukan uraian serta penjelasan perinci dari kalimat-kalimat berikutnya, disebut paragraf defenisi. Fungsi paragraf defenisi dimaksudkan untuk memperjelas suatu istilah, konsep, atau defenisi, sehingga khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa diharapkan dapat mengikuti jalan pikiran sang penulis atau jurnalis dengan baik. Ini sejalan dengan salah satu fungsi pers yaitu fungsi edukasi .
Bahasa jurnalistik, senantiasa berusaha untuk membumikan berbagai hal yang semula dianggap mengawang-ngawang menjadi sesuatu yang tampak kasat mata, bisa dilihat, dirasakan, atau dibuktikan secara empiris. Lewat fungsi edukasi, bahasa jurnalistik bertanggung jawab untuk mencerahkan khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsanya setiap hari tanpa henti.
3.3 Kualitas Paragraf Jurnalistik
Menurut seorang pakar bahasa, kriteria kualitas paragraf menunjuk kepada enam hal, yaitu:
3.3.1 Satu Hal Saja
Paragraf jurnalistik yang baik hanya memusatkan balasan pada satu hal atau satu ide saja. Seorang penulis atau jurnalis hanya fokus dalam satu ide pokok saja dalam penulisan sebuah paragraf.
3.3.2 Relevan
Relevan artinya berkaitan atau sesuai dengan pokok bahasan. Tidak menyimpang dari topik. Paragraf yang baik harus mencerminkan isi keseluruhan paparan karya jurnalistik (Sumadiria, 2004:31). Paragraf yang tidak relevan, artinya yang tidak menyimpang dari pokok bahasan serta tidak mencerminkan judul yang telah ditetapkan, hanya akan menyesatkan perhatian khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Ia merasa dibawa ke dalam lorong gelap, dan bukan diajak ke ruangan terbuka yang terang-benderang.
3.3.3 Menyatu dan Padu
Paragraf jurnalistik harus memenuhi prinsip kesatuan (unity) dan prinsip ketautan (coherence). Prinsip kesatuan mencakup tiga unsur: sifat, isi, tujuan. Artinya, masalah apapun yang kita kupas dalam karya jurnalistik tidak boleh keluar dari koridor ini. Kesatuan menekakan seluruh uraian berada dalam suatu kesatuan dilihat dari sifatnya, isinya, dan tujuannya. Sedangkan prisip pertautan menunjukan tetang keharusan pesan yang kita uraikan mengalir lancar dari kalimat yang satu ke kalimat yang lain, atau dari paragraf yang satu ke paragraf yang lain.
3.3.4 Jelas dan Sempurna
kaliamat utama yang terdapat dalam paragraf jurnalistik harus dikembangkan dan di perinci dengan jelas dan sempurna. Tidak boleh terjadi, kalimat-kalimat yang ada dalam suatu paragraf menunjukkan adanya pertentangsn dengan kalimat utama atau bahkan menegasikannya. Menegasikannya berarti menghilangkan eksistensi sekaligus melenyapkan makna kalimat utama. Bila ini terjadi, maka paragraf demikian disebut paragraf kacau.
3.3.5 Harus Bervariasi
Paragraf jurnalistik harus variatif. Ini syarat mutlak. Tak bisa ditawar-tawar lagi. Variasi pada paragraf jurnalistik terletak pada pilihan kata atau diksi, penempatan frasa atau klausa, penempatan panjang pendeknya kalimat atau paragaraf, penentuan kalimat efektif, dan tentu saja pemelihan gaya bahasa. Dengan sentuhan variasi bahasa di sana sini secara terukur, maka setiap karya jurnalistik akan tampil memikat khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Jadi jauh sekali dari kesan monoton serta menjemukan.
3.3.6 Benar dan Baik
Bahasa jurnalistik merujuk sekaligus tunduk kepada kaidah bahasa baku. Pertama, bahasa jurnalistik harus benar menurut kaidah tata bahasa. Kedua, bahasa jurnalistik juga harus baik menurut pertimbangan situasi dan kondisi sosiologis, psikologis, dan etis. Jadi, mohon tidak terbalik dengan mengatakan bahasa yang baik dan benar. Ini pandangan keliru yang sudah saatnya diluruskan. Pemakaian bahasa, petama-tama harus benar dulu menurut kaidah atau hukum bahasa. Setelah benar, barulah bahasa itu harus baik menurut pertimbangan-pertimbangan tertentu. Bahasa yang benar, sifatnya objektif. Sedangkan bahasa yang baik sifatnya subyektif.
3.3.7 Singkat padat
Kecuali diisyaratkan bervariasi dan tunduk kepada kaidah tata bahasa baku, paragraf jurnalistik juga wajib disajikan secara singkat dan padat. Singkat, berarti hanya mengunakan kata-kata yang penting, terukur, fungsional. Singkat dengan demikian bisa diartikan tidak boros kata-kata. Seperlunya saja. Mengutamakan prinsip kehematan. Singkat juga berarti tidak menyebabkan khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa, kehilangan banyak waktu berharga untuk menyimak karya jurnalistik kita. Sedangkan padat berarti syarat infomasi. Tidak  Setiap paragraf singkat mengandung banyak infomasi. Sebaliknya tidak setiap paragraf yang mengandung banyak informasi tersajikan dalam paragraf-paragraf singkat.
3.3.8 Logis dan sistematis
Seluruh uraian yang terdapat dalam paragraf junalistik harus logis. Logis berarti sesuai dengan atau dapat diterima menurut pertimbangan akal sehat (common sense). Logis kata-katanya, logis frasa dan klausanya, logis kalimat-kalimatnya. Kelogisan itu juga tersaji secara sistematis. Sistematis berarti deretan kata dan kalimat yang terdapat dalam setiap paragraf jurnalistik, tertata dengan baik, runtut, bagaikan aliran air sungai dari hulu ke hilir.
3.3.9 Memiliki Karakter Khas
Setiap orang punya gaya, penampilan, dan karakter kepribadian masing-masing. Karakter itulah yang kemudian memberi identitas berbeda kepada setiap individu. Artinya identitas seseorang terbentuk karena sosok penampilan dan kepribadiannya. Begitu pula dengan karya-karya jurnalistik, harus memiliki karakter tertentu.
Karakter itu hanya mungkin muncul dalam paragraf-paragaraf jurnalistik apabila kita sebagai penulis atau jurnalis, sejak awal memiliki dan mengembangkan karakter atau gaya penulisan yang khas. Inilah antara lain yang menyebabkan mengapa seorang jurnalis kariernya terus berkembang dan dikenal luas masyarakat, sementara jurnalis yang lain seolah jalan di tempat dan tidak dikenal oleh masyarakat luas dan bahkan rekan-rekan sejawat seprofesinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar